Maaf jika tulisan saya membuat banyak orang baik itu guru
dan pemerhati pendidikan akan tersinggung, sekali lagi mohon maaf. Ini hanya
pendapat saya secara pribadi tanpa mewakili instansi apapun. Kepada bapak menteri pendidikan juga saya
mohon maaf, jika anda akan tersinggung dengan tulisan saya. Saya hanya ingin memanfaatkan
hak saya sebgai warga Negara dalam
menyampaikan pendapat dalam bentuk tulisan.
Jujur saya agak kecewa dengan keadaan yang ada saat ini, sehingga
kekecewaan yang saya alami pernah suatu kali membuat saya emosi dan berujar “
mending tidak usah ada sekolah di negeri ini, dan kembalikan saja semua siswa
kerumah masing - masing titik”. Toh jaman
nenek moyang kita dulu banyak orang sukses hanya belajar dari ibunya di rumah.
Bapak / ibu guru yang baik, saya tau bahwa mengajar itu
tidak mudah, dan saya tau juga bahwa uang yang anda hasilkan dari profesi
sebagai guru tidaklah besar atau bisa membuat anda semua kaya seperti pejabat –
pejabat di negeri ini. Hanya ketulusan
dan keikhlasan lah yang bisa membuat anda semua bertahan menjadi seorang
guru di negeri yang mohon maaf “serba
tidak menentu ini”. Anda boleh setuju boleh tidak, bahwa beban yang ada di
pundak anda tidaklah mudah. Maaf Cuma anda dan saya yang tau, bahwa jika ada
guru yang bergelimang kekayaan kadang dicurigai sebagai seorang koruptor.
Bapak ibu guru yang baik. Di kampung saya nun jauh di sana, ada beberapa guru yang
saya jumpai terpaksa menjadi seorang pengojek untuk memenuhi kebutunan hidupnya
sehari hari. Padahal mereka telah mengajar dari pagi hingga sore. Saya juga
sering menjumpai guru terpaksa mengambil jam mengajar tambahan (membuka les
privat) untuk mencukupi kebutuhannya. Bapak ibu guru yang baik, tugas anda
sungguh berat, tanpa dedikasi, keikhlasan dan kesungguhan maka tidak akan ada lagi
generasi bangsa ini yang bisa tegak berdiri di hadapan tantangan globalisasi
yang makin gila ini.
TAPI BAPAK IBU GURU TERCINTA, sebaiknya sekolah – sekolah yang
ada di negeri ini diliburkan saja selama - lamanya. Ya diliburkan saja.. karena
sepertinya pemerintah sudah tidak perduli lagi dengan perjuanganmu selama ini. Mungkin
anda butuh bukti… lihat saja tayangan tayangn
televisi telah mengganti peran anda dalam megajar. Anak – anak lebih manut dan
mengahyati TV daripada apa yang anda semua ajarkan di dalam kelas.
Untuk bukti yang lebih kongkrit, silahkan perhatikan, apakah
gaya hidup anak didik kita mengikuti petuah
para guru atau agama? Kebanyakan anak negeri ini lebih senang dan nyaman
mengamalkan petuah dari si kotak electronic yang bernama TV itu.
Bapak ibu guru, anda semua tahu bahwa tayangan yang ada di
TV bukanlah pelajaran sekolah yang akan
diujikan di akhir semester ini. Anda juga tahu bahwa anak – anak tidak harus
mengikuti apa saja yang ada di layar kaca. Tapi bapak ibu guru yang baik,
tayangan TV telah dikemas sedemikian rupa dan semenarik mungkin untuk menarik
minat anak didik kita agar melahapnya mentah – mentah. Dan acara TV telah
menyusup ke dalam alam bawah sadar siswa dengan cara sedemikian rupa sehingga
lama kelamaan mempengaruhi pola pikir dan
pada akhirnya perilaku siswa.Celakanya lagi, sebagain acara TV jauh lebih
menarik daripada cara anda mengajar di dalam kelas. Jadi jangan salahkan TV.
Bapak ibu guru yang baik. Pemerintah sudah tahu bahwa
sebagian acara TV itu buruk dan menimbulkan keburukan, pemrintah tahu itu. Tapi
mengapa mereka tidak menghentikannya? Bukankah kita sama – sama berkomitmen
akan membentuk generasi bangsa yang bermoral bermartabat, berakhlaqul karimah. Lalu
mengapa acara – acara murahan itu dibiarkan? Lebih celaka lagi acara – acara murahan
di layar kaca kini diperparah dengan kehadiran iklan TV yang menurut saya maaf “
mombodohi dan rendah nilai”.
Bapak ibu guru, pemerintah telah tahu itu, tapi mengapa
sepertinya tidak ada I’tikad baik dari pemerintah dalam membantu guru mendidik
putra – putri negeri ini dengan cara menekan dan menghapus tayangan – tayang yang
merusak moral? Bukankan pemerintah memiliki wewenang untuk itu?
Maaf saya mulai emosi lagi… sangat di sayangkan, jika di
dalam kelas anda berpeluh keringan bermandikan air mata membentuk kepribadian siswa. Tapi di sisi lain acara TV
(saingan anda) melunturkan apa yang telah anda tanamkan kedalam benak anak –
anak selama ini. Dan tidak ada seorangpun yang mengoreksi atau menghentikan acara
tersebut.
Bapak ibu guru, mohon bersabar sebentar, semua ini karena
uang, uang dan uang. TV hanya memutar
acara yang menurut mereka dapat menghasilkan uang banyak tanpa perduli apakah
acara itu wangi ataupun busuk. Pemerintah juga terlalu banyak berdalih bahwa acara
tersebut layak ditonton oleh masyarakat dan generasi muda bangsa.
Jika keadaan seperti ini tiada berakhir, mungkin sebaiknya
sekolah diliburkan selama – lamanya. Kembalikan anak – anak kepada orang
tuanya, berikan amanah mendidik generasi
bangsa ini kepada acara TV yang telah dilegalkan oleh pemeintah.dan mari
bersama – sama kita lihat apa hasilnya kelak.
Atau mulai saat ini, kita mengedukasi orang tua, untuk
pandai – pandai memilihkan acara TV, bila perlu TV yang ada di rumah dimasukkan
kedalam gudang atau bisa juga dijual per kilo. Tapi sayang sekali ini
sepertinya mimpi di siang bolong, sebab begitu berat hati kita berpisah dengan
yang namanya TV, saya pinjam kata ustad Fauzil adzim kira – kira seperti ini”
matikan TV di hatimu. Matur nuwun ustad Fauzil Adzim. Kita juga bisa mendidik
pemerintah agar lebih serius lagi memikirkan nasib generasi bangsa ini, beri
porsi untuk anak negeri, ya minimal sama dengan porsi pemerintah berpikir
tentang pemilik modal.
Mohon maaf berhubung saya semakin emosi, saya hentikan saja
tulisan saya ini, toh ini menurut saya pribadi. Saya menyadari sepenuhnya bahwa
tidak semua orang berpikir seperti cara saya berpikir. Dengan alasan inilah
saya menerima masukan yang bersifat membangun… dan tulisan ini juga sebagai
bentuk lampiasan emosi saya selama ini….
Kalau ada pihak yang tersinggung atau merasa disinggung
mohon maafkan saya.
Semoga tulisan saya tidak membuat anda emosi, kalaupun
tulisan saya membuat anda emosi, gunakanlah emosi anda untuk hal – hal yang
positif. Wallahua’lm bissawab
No comments:
Post a Comment